Pamekasan, LENSANUSANTARA.CO.ID – Kiai Marzuki Mustamar diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tanpa mendapatkan penjelasan mengenai alasan pencopatan dirinya. Informasi mengenai pemberhentian tersebut lekas menyebar luas di ruang publik. Melalui surat keputusan PBNU yang ditetapkan pada tanggal 16 Desember 2023 Kiai Marzuki resmi diberhentikan.
Diberhentikannya Kiai Marzuki dari jabatan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) mendapatkan respon dari pelbagai pihak. Hal ini dikarenakan adanya dugaan erat dengan kondisi politik nasional saat ini. Seperti dugaan Gus Salam bahwa pencopotan Kiai Marzuki bisa mengarah pada persoalan Pilpres. Sedangkan Ujang Komarudin, diambil melalui wawancara di Kompas TV, Kiai Marzuki didzolimi karena dipecat tanpa alasan yang jelas.
Pemecatan Kiai Marzuki menimbulkan repson yang luas di kalangan Nahdliyin. Tidak hanya di lingkar para tokoh nasional, respon tersebut juga bermunculan di daerah-daerah kantong Nahdliyin. Salah satunya Lora Muhammad Muslim (Tokoh muda Nahdliyin Pamekasan), menurutnya pencopatan yang dilakukan oleh Ketua Umum PBNU dan Jajarannya terhadap Kiai Marzuki dari jabatan PWNU, merupakan tindakan yang cacat moral. Pasalnya hal itu dilakukan tanpa alasan yang jelas dan spesifik.
Tokoh muda Nahdliyin tersebut berpandangan, bahwa NU ini organisasi besar yang menaungi umat islam ahslussunnah wal jamaah annadhliyah yang berbasiskan pendekatan kultural dan struktural, keduanya harus berimbang dalam menjalankan roda kepemimpinan di organisasi. Kalau hanya menggunakan pendekatan struktural akan menimbulkan kerugian besar dan dampaknya akan menimpa kalangan nahdliyin.
Menurutnya, dalam sejarah NU hal ini belum pernah terjadi. Pencopotan Ketua PWNU tanpa alasan dan sebab yang jelas baru terjadi di periode kepemimpinan KH. Yahya Cholil Staquf. Tentu hal ini menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kalangan Nahdliyin secara umum.
“Jika ini ada hubungannya dengan politik pilpres mendatang, tidak seharusnya hal semacam itu dilakukan. Bagaimanapun perbedaan pilihan politik itu sah termasuk di kalangan nahdliyin sendiri, terlebih ijtihad politik NU adalah politik kebangsaan. Apa yang dilakukan oleh KH. Yahya Cholil Staquf ini merupakan tindakan diktator dan tidak mencerminkan pola kepemimpinan yang baik,” tegas Tokoh muda Nahdliyin Pamekasan.
Masih kata Lora Muhammad Muslim, di Jawa Timur dan Madura secara luas, Kiai Marzuki tidak hanya dipandang sebagai Ketua PW NU Jatim, akan tetapi juga menjadi simbol dari kekuatan kultural Nahdliyin. Ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan Nahdliyin Jawa Timur.
“Sejarah akan mencatat apa yang dilakukan oleh KH. Yahya Cholil Staquf dan jajaranya terhadap Kiai Marzuki,” ujarnya.**