Budaya

Mengintip Tradisi Nyadran Dua Desa di Kecamatan Mandiraja Banjarnegara Sambut Bulan Suci Ramadhan

×

Mengintip Tradisi Nyadran Dua Desa di Kecamatan Mandiraja Banjarnegara Sambut Bulan Suci Ramadhan

Sebarkan artikel ini
Menurut Kepala Desa Kertayasa
Masyarakat Dusun Bantar Kulon Desa Kertayasa, khusuk saat mengikuti nyadran di makam leluhur Simbah Bayan Taka, Jumat 23/2/2024. (Foto : Gunawan/Lensa Nusantara).

Banjarnegara, LENSANUSANTARA.CO.ID – Tradisi adat budaya Jawa tidak akan pernah luntur terkikis zaman meskipun peradaban semakin maju. Apalagi menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat sibuk untuk mengadakan Sadran atau mendoakan para arwah leluhur serta mewujudkan rasa syukur dan juga meminta keselamatan kepada Allah SWT.

Contohnya dua Desa di Banjarnegara yaitu Desa Kertayasa dan Somawangi yang sama-sama berada di Kecamatan Mandiraja.

Example 300x600

Terlihat dalam pantauan lensanusantara.co.id dengan membawa bakul yang berisi nasi komplit dengan lauk pauk, puluhan masyarakat Kertayasa mengikuti tradisi nyadran yang berada di salah satu makam leluhur bernama Bayan Taka, yang letaknya dipinggiran sungai Serayu.

Menurut Kepala Desa Kertayasa Didi Setyawan, S.P kepada wartawan menuturkan, acara nyadran dilakukan setiap tahun, selain untuk nguri-nguri budaya, juga sebagai bentuk syukur dan meminta keselamatan kepada Allah SWT.

“Ini kita adakan rutin setiap tahun di Desa Kertayasa setiap menjelang Bulan Suci Ramadhan, kalau disini namanya Sadran atau nyadran, biasanya warga yang ikut ratusan terkait kegiatan seperti ini, inikan dua dusun yaitu 2 dan 3,” jelas Setyawan, Jumat (23/2/2024).

Kades Wawan sapaan akrabnya juga mengungkapkan, bahwa selain di makam Bayan Taka, juga akan dilakukan nyadran di Simbah Kertayasa.

“Minggu depan kita juga ada satu lagi acara Sadranan di simbah Kertayasa, jadi kegiatan nyadran ini, masyarakat Kertayasa biasanya mengambil dihari Jum’at kliwon atau Selasa kliwon,” tambah Kades.

Bayan Taka sendiri dulunya adalah salah satu tokoh Kasepuhan yang sangat dikagumi dan dihormati masyarakat setempat. Hal itu disampaikan juru kunci Sutarso.

“Bayan Taka ini adalah dulunya tokoh masyarakat asli lingkungan sini mas, jadi setiap mau puasa selalu diadakan Sadran ditempat ini. Bantar Kulon sendiri dulunya Kasepuhan mbah Bayan Taka, jadi Mbah Bayan Taka itu orang biasa saja bukan keturunan kerajaan, tapi karena waktu dulu mampu memimpin masyarakat lebih baik dan terkenal dengan jiwa kebaikannya kepada lingkungannya, akhirnya sampai sekarang masih selalu diingat sampai turun temurun,” ungkap Sutarso kepada wartawan.

Tidak hanya di Kertayasa, pengamatan wartawan di Desa Somawangi juga melakukan kegiatan yang sama, bedanya masyarakat membawa sebuah tenong berisi nasi komplit dengan sayur dan diadakan di perempatan desa setempat, tidak sebuah bakul.

“Setiap tahun Sadranan ini kita adakan di perempatan dekat makam, sama dengan desa lainnya, menjelang puasa pasti masyarakat Somawangi semua kompak, tradisi ini utama tujuannya meminta keberkahan, wujud rasa syukur dan mendoakan keluarga serta leluhur kita yang sudah mendahului kita, dan satu lagi, sebagai orang jawa tetap kita uri-uri adat budaya tanah kelahiran kita, jangan sampai hilang,” jelas Sigro Kepala Desa Somawangi.

Meskipun Nyadran setiap daerah berbeda, namun bagi masyarakat Jawa, hal itu seolah sudah menjadi sebuah kewajiban, tradisi yang wajib dilakukan untuk menyambut Bulan Suci Ramadhan. (Gunawan)

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.