Pekanbaru, LENSANUSANTARA.CO.ID – Rapat Dengar Pendapat (Public Hearing) Draf Eksposur Revisi Kode Etik Akuntan 2024 digelar, Rabu (2 Oktober 2024). Dialog secara virtual ini diselenggarakan tiga asosiasi, yakni Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) dan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Zoom meeting menghadirkan Pembicara Ketua Dewan Kode Etik IAI Dr. Djonieri, SE., Ak., MBA., CA, Ketua Komite Etik IAMI Prof. Adjie Suratman dan Ketua Komite Etik IAPI Djohan Pinnarwan. Ketiga asosiasi melakukan public hearing terkait Revisi Kode Etik Profesi Akuntan yang menyesuaikan dengan revisi kode etik yang dikeluarkan oleh International Ethics Standard Board for Accountants (IESBA) dari International Federation of Accountants (IFAC).
Dalam sambutannya, Djonieri menyatakan pemaparan rancangan tentang revisi kode etik ini merupakan bagian dari due process yang harus dilakukan agar revisi kode etik tersebut mendapat masukan dari praktisi, regulator, anggota organisasi profesi dan stakeholders lainnya. Sehingga, final kode etik yang dikeluarkan ketiga organisasi menjadi lebih baik.
“Kami berharap mendapat masukan yang komprehensif dari seluruh peserta yang mengikuti public hearing. Masukan atas draf eksposur ini dapat disampaikan hingga 1 September 2024,” ucap Djonieri.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK ini menjelaskan etika merupakan salah satu unsur utama profesi yang menjadi landasan bagi akuntan dalam menjalankan kegiatan profesionalnya. Untuk public hearing draf eksposur ini, kata Djonieri, yang berubah adalah definisi mengenai perusahaan terdaftar di pasar modal, diperluas pengertiannya menjadi entitas yang instrumen keuangannya diperdagangkan secara publik.
Definisi Public Interest Entity (PIE) juga mencakup entitas yang instrumen keuangannya diperdagangkan secara publik, entitas yang salah satu fungsi utamanya adalah menghimpun dana publik, entitas menyelenggarakan asuransi untuk publik, atau entitas yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan atau standar profesi.
Menurut Djonieri, IAI telah memiliki kode etik sesuai AD dan ART serta KMK Nomor 263/ KMK.01/2014. IAI menyadari kode etik ini perlu dimutakhirkan sesuai perkembangan dan ketentuan yang berlaku secara internasional. Ketua Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Riau (Ikafe Unri) ini menambahkan revisi kode etik akuntan bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan pubik terhadap laporan keuangan entitas. Antara lain melalui tambahan ketentuan independensi.
“Jika sebuah entitas masuk dalam kategori Public Interest Entity, maka auditor yang mengaudit harus lebih independen sehingga kepercayaan publik terhadap laporan entitas yang masuk kategori PIE lebih meningkat,” kata Djonieri.
Ketua Umum Yayasan Melayu Nusantara ini mengucapkan terima kasih kepada Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan (PPPK Kemenkeu) yang mendukung penyusunan kode etik akuntan Indonesia.
“Saya mengharapkan peserta public hearing memahami perubahan kode etik dan memberikan masukan yang berharga bagi penyempurnaan. Semoga kita dapat meraih hasil yang maksimal,” harap Djonieri.**