Dumai, LENSANUSANTARA.CO.ID – Menjelang hari pencoblosan pemilihan kepala daerah di kota Dumai, para pasangan calon semakin gencar mengkampanyekan berbagai program untuk menarik hati masyarakat. Berbagai jualan janji-janji pun kian diumbar agar bisa memenangkan kontestasi.
Salah satu jualan paslon yakni program baju sekolah gratis dimana hingga kini masih menjadi tanda tanya bagi masyarakat apakah akan bisa diwujudkan atau hanya sekedar janji palsu.
Program yang akan mengakomodir seluruh calon siswa baru pada tingkat SD dan SMP tersebut sebenarnya sempat menjadi jualan kampanye pada periode-periode sebelumnya saat pilkada namun hingga kini masih belum ada yang bisa menunaikannya.
Ketua DPC Partai Gerindra yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPRD kota Dumai Johannes MP Tetelepta SH, MM, blak-blakan membahas terkait hal tersebut.
Dia memaparkan bahwa program baju gratis tidak bisa langsung diwujudkan dalam dua tahun ke depan hingga 2026. Pasalnya rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) pemerintah sudah disahkan dan baru saja direvisi.
“RPJMD berlaku hingga 2026, sehingga arah pembangunan dan muatan APBD tidak boleh keluar daripada itu. Jika memang dipaksakan mau direvisi untuk memuat program baju sekolah gratis maka dibutuhkan kajian dan tahapan yang panjang,” jelasnya.
Dia menambahkan, penyusunan APBD harus berdasarkan skala prioritas yang menyangkut kebutuhan mendasar di masyarakat serta arah pembangunan kedepan. Hal itu juga harus selaras dan sejalan dengan RPJMP dan RPJMD.
“Makanya apa yang menjadi janji politik H Paisal-Sugiyarto itu sudah tertuang dalam RPJMD dan RPJMP, jadi bukan sekedar janji. Melihat status kota Dumai sebagai kawasan industri yang berkembang, seluruh muatan RPJMD hampir sepenuhnya ditunaikan H Paisal, oleh karenanya tahun depan dia bisa fokus penanganan banjir karena program lain tinggal disempurnakan,” ucapnya.
ANGGARAN
Program baju sekolah gratis menurut Johannes bukan merupakan skala prioritas, karena tidak memuat unsur keadilan terutama bagi kalangan menengah ke atas.
Dalam penyusunaan APBD, pemerintah sudah mengkaji berbagai kebutuhan orioritas di masyarakat seperti infrastruktur yang menyangkut jalan, jembatan, drainase, penerangan dan fasilitas umum.
Selain itu prioritas yang wajib lainnya seperti kesehatan, pendidikan bantuan sosial dan beasiswa. Sehingga dalam menyusun APBD tidak bisa dilakukan sesuka hati, hal itu selain akan memicu persoalan juga akan terkendala pada persetujuan di DPRD.
“Itu tidak masuk prioritas, bayangkan saja gak mungkin anak anggota DPRD bajunya di gratiskan, atau ASN, kan tidak adil. Selain itu juga akan membebani anggaran yang besar hingga mencapai 50-60 miliar setiap tahun, mau diambil dari mana dananya. Mereka jangan berfikir angka 2,3 triliun itu sudah standby dan bebas digunakan, tidak begitu APBD itu bos. Disana kan ada walikota dua periode tanya lah, kalau gak paham wajar saja RPJMD nya hancur lebur saat kami hisab,,” tutur Johannes.
Jika berandai-andai, program baju sekolah gratis tetap akan dipaksakan, kata anggota DPRD yang sudah lebih satu dekade tersebut kendala pertama dari sisi persetujuan DPRD, kemudian kajian tentu akan menemukan banyak warga kalangan menengah ke atas yang persentasenya lebih besar tidak layak dibantu baju sekolah.
Bahayanya lagi, masyarakat akan rugi. Karena, beberapa program pemerintah yang sekarang sudah dinikmati seluruh masyarakat seperti beasiswa dan pendidikan gratis atau lainnya akan ada yang dikorbankan alias tidak dilanjutkan. Sebab, alokasi dana harus dialihkan.
“Masyarakat jangan mau terkecoh, angka APBD 2,3 itu masih dalam catatan, eksekusinya belum tentu sesuai mengingat hal-hal prioritas yang harus di dahulukan seperti gaji honor, listrik dan belanja langsung lain. Sekarang saja contohnya, kas daerah sudah lama kosong, kegiatan hampir 100 miliar belum dibayarkan, belum lagi APBD provinsi lagi defisit 1 triliun lebih semua faktor itu akan berdampak, demi anggaran 60 miliar yang harus dikeluarkan setiap tahun habis dibelikan baju, yang ada masyarakat juga akan menjadi korban dan sangat-sangat dirugikan,” bebernya.
Oleh sebab itu, dia mengajak masyarakat lebih selektif, jangan diterima mentah-mentah janji politik dari paslon. Harus ada cross check dan kajian sehingga bisa menilai apakah kontestan tersebut mengada-ngada atau berbohong demi dapat simpati masyarakat atau benar-benar akan bekerja untuk masyarakat.
“Saya berbicara apa adanya, demi masyarakat. Jangan nanti gara-gara terbuai janji-janji gak jelas akan rugi lima tahun ke depan. Mari berfikir kritis,” pungkasnya.**