Malang, LENSANUSANTARA.CO.ID – Kebijakan efisiensi anggaran dalam Rancangan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2025 menjadi salah satu sorotan utama dalam rapat paripurna DPRD Kota Malang, Jumat (18/7).
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnangani, S.H., M.Kn., menegaskan bahwa efisiensi anggaran harus dijalankan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Hal ini disampaikannya usai seluruh fraksi menyampaikan pandangan umum terhadap rancangan perubahan KUA-PPAS tersebut.
“Efisiensi ini bukan sekadar penghematan, tapi untuk memperbanyak ruang fiskal agar lebih banyak program yang menyentuh langsung masyarakat,” ujar Amithya.
Amithya menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi ini mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Inpres tersebut memberikan arahan agar seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah mengedepankan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan APBN dan APBD guna menjaga stabilitas fiskal nasional dan menjawab tantangan ekonomi global.
“Instruksi Presiden ini sifatnya wajib dan harus ditindaklanjuti melalui Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mendahului. Berbeda dengan PAK, Perwal mendahului ini tidak perlu pembahasan panjang bersama DPRD,” jelas Amithya.
Meski Perwal mendahului tidak perlu melalui pembahasan formal DPRD seperti PAK, Amithya menekankan pentingnya koordinasi agar kebijakan berjalan selaras. Untuk itu, DPRD telah melakukan rapat koordinasi bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar).
“Juknisnya sudah jelas dari pusat, alokasinya pun sudah ditentukan. Kami hanya memastikan bahwa ketika komisi-komisi melakukan rekonstruksi dan koordinasi dengan mitra kerja masing-masing, semuanya nyambung. Jadi tahu perjalanannya dari mana dan akan ke mana,” ujarnya.
Ia menekankan, urgensi dari efisiensi ini diarahkan untuk optimalisasi pelayanan publik di sektor-sektor vital, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, UMKM, serta pengendalian inflasi.
“Memang semuanya itu sudah diarahkan dari pusat, dan efisiensi ini memang bertujuan untuk hal-hal yang sifatnya wajib dan penting,” ungkapnya.
Sementara itu, Wali Kota Malang, Drs. H. Wahyu Hidayat, M.M., menyampaikan bahwa nilai efisiensi anggaran dalam APBD Kota Malang 2025 mencapai sekitar Rp70 miliar. Dana tersebut telah diarahkan penggunaannya secara jelas, mengacu pada juknis dari pemerintah pusat.
“Nilainya sudah jelas, penggunaannya juga sudah jelas. Jadi efisiensi itu memang sudah ada aturannya, kemudian kita konsultasikan,” kata Wahyu.
Ia menyebut bahwa setiap pergeseran anggaran dilakukan dengan prosedur ketat dan harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Pergeseran itu kita ajukan ke provinsi. Jika suatu kegiatan tidak disetujui, maka kami pun tidak akan melaksanakannya,” tegasnya.
Menurut Wahyu, pergeseran anggaran merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam merespons dinamika pembangunan dan kebutuhan daerah yang terus berkembang. Oleh karena itu, evaluasi terhadap setiap pergeseran dilakukan secara menyeluruh.
“Pergeseran itu akan kita evaluasi, karena dari pergeseran itu akan muncul arah yang akan menjadi prioritas ke depannya,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan sepakat dengan DPRD bahwa realisasi kebijakan anggaran perlu memperhatikan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui wakil rakyat.
“Saya sepakat, bahwa di DPRD ini banyak sekali keinginan dari masyarakat yang perlu direalisasikan,” pungkasnya.
Instruksi Presiden (Inpres) adalah perintah resmi dari Presiden Republik Indonesia kepada pejabat pemerintah pusat maupun daerah untuk melaksanakan kebijakan tertentu. Inpres bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan, terutama jika berkaitan dengan urusan strategis nasional seperti efisiensi anggaran, pengendalian inflasi, atau penanganan krisis.
Inpres terbaru yang mengatur efisiensi belanja negara dan daerah bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan APBN dan APBD agar lebih fokus pada program prioritas, mempercepat pelayanan publik, serta menyesuaikan belanja dengan kondisi fiskal nasional yang menantang.