Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID — Peringatan Hari Jadi Kabupaten Bondowoso ke-206 tidak hanya menjadi perayaan seremonial, tetapi juga sarana refleksi tentang sejarah, identitas, dan arah pembangunan. Rangkaian peringatan diawali dengan Istigasah dan Tasyakuran di kompleks Makam Raden Bagus Asra (RBA) Ki Ronggo, tokoh yang dikenal sebagai pendiri Bondowoso.15/8
Acara ini dihadiri Bupati Bondowoso H. Abd. Hamid Wahid, M.Ag., Wakil Bupati As’ad Yahya Syafi’i, S.E., jajaran Forkopimda, pejabat struktural, tokoh agama, serta keluarga besar Ki Ronggo. Kehadiran rombongan disambut hangat dengan kesenian tradisional ronjengan dan hadrah, yang memberi nuansa khidmat sekaligus menegaskan pentingnya seni budaya dalam perjalanan sejarah Bondowoso.
Bagi masyarakat, sosok Ki Ronggo bukan sekadar legenda, melainkan figur yang meletakkan dasar kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan. Nilai kepemimpinan dan perjuangannya dianggap tetap relevan menghadapi tantangan zaman.
Eko Wahyudi, perwakilan keluarga besar Ki Ronggo, menegaskan bahwa perhatian pemerintah daerah dalam melestarikan tradisi ini merupakan wujud penghormatan terhadap sejarah. “Kami berterima kasih karena pemerintah tidak hanya mengingat, tetapi juga menjadikan warisan leluhur sebagai inspirasi pembangunan,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Bupati Abd. Hamid Wahid mengajak masyarakat menjadikan peringatan hari jadi sebagai momentum memperkuat persaudaraan. “Hari jadi bukan hanya soal usia, tetapi juga tentang sejauh mana kita meneladani nilai-nilai luhur para pendiri. Mari kita rawat sejarah dan budaya, serta terus melangkah membangun Bondowoso yang lebih baik,” tegasnya.
Usai sambutan, acara dilanjutkan dengan istigasah dan doa bersama, memohon keselamatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Prosesi kemudian berlanjut dengan nyekar atau tabur bunga di makam Ki Ronggo. Suasana hening menyelimuti ketika bupati, wakil bupati, Forkopimda, dan keluarga besar Ki Ronggo bersama-sama menundukkan kepala, mendoakan arwah sang pendiri.
Peringatan hari jadi ke-206 menjadi pengingat bahwa pembangunan Bondowoso tidak boleh tercerabut dari akar budaya lokal. Tradisi ziarah, doa bersama, dan kesenian daerah bukan hanya ritual, melainkan sarana memperkuat jati diri masyarakat.
Beberapa tokoh menilai langkah ini penting, terutama di tengah derasnya arus modernisasi. “Kalau kita hanya bicara infrastruktur tanpa mengingat sejarah, masyarakat bisa kehilangan arah,” ujar salah seorang tokoh yang hadir.
Acara di makam Ki Ronggo menjadi pembuka rangkaian peringatan Hari Jadi Bondowoso ke-206. Pemerintah daerah merencanakan berbagai kegiatan, mulai dari festival budaya, pameran UMKM, hingga kegiatan olahraga dan sosial.
Lebih dari sekadar perayaan, momen ini diharapkan mampu memperkuat nilai spiritual, historis, dan sosial sebagai fondasi pembangunan daerah. Dengan demikian, Bondowoso tidak hanya berkembang secara fisik dan ekonomi, tetapi juga tetap teguh menjaga identitas budaya yang diwariskan para leluhur.
Hari Jadi ke-206 ini pada akhirnya mencerminkan perjalanan panjang sebuah kabupaten di tapal kuda Jawa Timur yang berusaha menjaga keseimbangan: antara masa lalu dan masa depan, tradisi dan modernitas.(*)