Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – SMPN 1 Gumukmas kabupaten Jember kolaborasi bersama Palang Merah Indonesia (PMI) dan Palang Merah Jepang (JRCS) menggelar pembuatan SOP tanggap darurat sekolah Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), Senin (8/9/2025).
Menurut fasilitator SPAB SMPN 1 Gumukmas Sofyan menyampaikan, bahwa pihak sekolah menyambut baik kegiatan ini sebagai langkah awal.kegiatan bertajuk menjadi ajang kolaborasi antara relawan kemanusiaan dan pihak sekolah. Untuk meningkatkan pemahaman serta keterampilan siswa dalam menghadapi kondisi darurat.
“Melalui kajian risiko ini, pembuatan SOP tanggap darurat sekolah sebagai bagian dari SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana), merupakan salah satu kegiatan dari Proyek sekolah dan masyarakat, tangguh kerja sama Palang Merah Indonesia (PMI) dan Palang Merah Jepang (JRCS),” menurutnya.
Ia mengungkapkan, materi yang disampaikan tidak hanya seputar pemaparan materi terkait kajian risiko dilanjutkan dengan asesmen dan analisis di sekolah yang meliputi sejarah bencana yang pernah terjadi di sekolah.
“Selama pelatihan, siswa diajak mencoba langsung pembuatan peta jalur evakuasi dan denah potensi bahaya sekolah, serta mengidentifikasi apa saja kerentanan dan kapasitas yang ada di sekolah,” imbuhnya.
Peserta dibagi menjadi 7 kelompok untuk pengerjaan tools-tools di atas. Dari kegiatan ini, dapat diketahui mana titik tidak aman di sekolah.
“Guru dan siswa juga kerentanan kelemahan apa yang perlu diperkuat dan bagaimana memaksimalkan kapasitas potensi kekuatan yang ada di sekolah. Untuk menciptakan satuan Pendidikan yang tangguh, dan siap untuk selamat dari bencana. Proses pengerjaan tools berlangsung selama 2,5 jam,” Menurutnya.
Presentasi hasil analisis tiap kelompok dilanjutkan dengan penyusunan pembuatan Rencana Aksi Sekolah, dimana sekolah merencanakan kegiatan apa yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mengurangi kerentanan yang ada sekolah.
“Pembuatan SOP (Standar Operasional Prosedur) tanggal darurat sekolah, digunakan untuk mengetahui siapa berbuat apa dalam situasi darurat di sekolah, sehingga mengurangi dampak negatif dari kejadian tersebut,” terangnya.
Fasilitator dan peserta berdiskusi terkait pembuatan SOP ini, proses diskusi berlangsung selama ±2 jam dengan partisipasi aktif dan kritis dari guru maupun siswa. kemudian dilanjutkan dengan simulasi kecil, untuk mengetahui apakah SOP yang sudah dibuat cukup efektif atau tidak.
“Kami berharap sebagian warga sekolah yang terlibat dalam kegiatan ini, dapat menyebarluaskan dan mensosialisasikan pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan ini, kepada seluruh warga sekolah serta membuat suatu pembiasaan yang berkelanjutan. Dokumen kajian risiko ini, nantinya akan diserahkan kepada sekolah,” tungkasnya.