Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID -Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bondowoso Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Penataan dan pembinaan pasar Rakyat, Toko swalayan dan pusat pembelanjaan, Banyak menuai kritikan dari publik Bondowoso.
Perda tersebut sudah di sahkan dan di orbitkan guna mengatur tata kelola pertokoan dan jarak antara Toko modern/Toko Besar dengan Toko tradisional di wilayah Bondowoso.
Menurut Wakil ketua DPRD Bondowoso Sinung Sudrajad, Hanya Bondowoso yang mempunyai Perda Inovatif, Perda itu mensinergikan Toko modern dan Toko tradisional, sehingga Toko besar bisa bantu toko yang kecil, dan yang kecil menopang Toko besar.
“Dalam Perda itu, Toko modern diwajibkan memberikan pembinaan pada Toko peracangan,” ungkapnya pada awak media di Kantor DPRD usai ikuti pelantikan anggota DPRD Bondowoso, Rabu kemaren, 17/2/2021.
Komitmen dalam Perda itu, kata Sinung, adalah 80 persen karyawan Toko modern nantinya harus Putra-Putri Bondowoso yang memenuhi syarat, seperti lulus SMA dan beberapa syarat lainnya, serta juga Fasilitas produk UMKM lokal.
Lebih Lanjut Politisi PDI-P ini mengatakan, Toko modern diwajibkan melakukan pembinaan pada toko peracangan yang ada di sekitar, pembinaan itu dalam bentuk manajemen pertokoan seperti penataan barang, bahkan toko peracangan bisa kulakan atau belanja pada toko modern dengan harga grosir.
“Tolong temen-temen media, kita sama-sama ngontrol jalannya perda itu dilapangan” kata Sinung.
Di Tempat terpisah, Direktur LP2KP Bondowoso Miftahul Huda mengatakan, Perda Nomor 5/2020 yang dibuat oleh Pemerintah dan DPRD Bondowoso menunjukkan ketidak sensitifan Ekskutif dan Legislatif terhadap kondisi masyarakat dibawah.
“Perda itu hakikatnya akan menambah menjamurnya pemilik modal besar membangun usaha, Toko kecil akan semakin kecil, dampaknya perputaran uang tidak akan di Bondowoso, tapi akan dibawa ke pusatnya oleh pemilik modal itu,” jelasnya, Jumat 19/2/2021.
Miftah melanjutkan, hadirnya Perda Nomor 5/2020 bukan hanya kesalahan Pemerintah tapi juga DPRD. Keputusan DPRD menyetujui perda ini adalah bentuk penghianatan terhadap perda sebelumnya, dimana perda sebelumnya telah memberikan jarak ideal yakni 1000 meter antara toko modern dan toko tradisional, sedangkan perda baru hanya berjerak 50 meter.
“Perda inikan hasil perselingkuhan kebijakan Ekskutif dan Legislatif yang menghianati perda sebelumya,” ungkap ia.
Mantan Ketua GP Ansor ini menambahkan, Penghianatan yg paling mendasar adalah soal jarak, jika hanya 50 meter sama saja dengan tidak ada jarak. karena Pemangkasan jarak menjadi pemicu matinya toko-toko kecil secara perlahan disekitar toko swalayan, jarak tersebut menjadi parameter perlindungan pada toko-toko kecil.
“Apakah perda itu kedepan menjamin tingkat kesejahteraan masyakat kecil? kaji lagi mendalam, libatkan semua element jika memang perda ini untuk kepentingan bersama” tutupnya. (ubay)