Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID – Nampaknya, perseteruan antara Bupati dan Ketua DPRD Bondowoso belum menemukan titik terang, disinyalir kedua belah pihak yang berseteru memiliki kepentingan hukum yang berbeda.
Untuk diketahui, buntut panjang dari laporan kuasa hukum Bupati kepada pihak kepolisian pada Sabtu, 12 Maret 2022 lalu atas beredarnya sebuah video yang dinilai telah merugikan pihak KH. Salwa Arifin sebagai Bupati.
Dalam video yang berdurasi sekitar 2 menit 33 detik itu, Ketua DPRD Bondowoso H. Ahmad Dhafir mengungkap, jika dilingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) masih ada dan marak terjadi jual beli jabatan dibawah kepemimpinan KH. Salwa Arifin sebagai Bupati.
“Jika yang mengatakan adalah Wakil Bupati. Maka, benar jika di Bondowoso masih ada dan marak praktek jual beli jabatan,” katanya dalam sebuah video yang diunggah oleh akun resmi media center DPC PKB.
Kemudian, video tersebut menjadi viral diberbagai platform media sosial dan ditonton serta dibagikan berkali-kali. Karena dinilai merugikan kliennya. Lalu, kuasa hukum Bupati, Ahmad Husnus Sidqi Dkk melaporkan ketua DPRD Bondowoso atas dugaan pelanggaran UU ITE Pencemaran nama baik dan berita bohong.
Sesuai dengan tupoksi, Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini pihak kepolisian, memiliki hak untuk melakukan Restorative Justice sebagai mediator antara pelapor dan terlapor. Kewenangan itu sudah dilaksanakan oleh Polres Bondowoso untuk memediasi kedua belah pihak.
Upaya Polres Bondowoso untuk menengahi perseteruan antara Bupati (pelapor) dan Ketua DPRD (terlapor) menemui jalan buntu, hal itu disebabkan karena Bupati tidak hadir memenuhi undangan Kapolres Bondowoso, hanya diwakili oleh kuasa hukumnya Ahmad Husnus Sidqi dan Edy Firman, Selasa (27/09).
Edy Firman menjelaskan kepada awak media, jika Bupati telah membuka jalan perdamaian. Pihaknya mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Ketua DPRD Bondowoso untuk berdamai.
“Kami siap berdamai dengan beberapa syarat, pertama Ketua DPRD Bondowoso harus datang ke Bupati untuk meminta maaf. Kedua, meralat ucapannya secara terbuka melalui media, ia harus membuat pernyataan jika perkataannya itu salah dan khilaf,” terang Edy Firman.
Permintaan Bupati tersebut ditolak mentah-mentah oleh Ketua DPRD Bondowoso. Dari sini berarti, tugas kepolisian untuk menjadi mediator telah dianggap selesai.
“Bupati dalam hal ini telah membuka ruang untuk mediasi, namun upaya itu ditolak mentah-mentah oleh Bapak Dhafir, sehingga tidak terjadilah kesempatan itu,” jelas Edy Firman.
Proses Restorative Justice belum terpenuhi oleh kedua belah pihak yang bertikai, maka kesempatan untuk berdamai kecil kemungkinannya. Jika ini sudah terjadi, maka proses hukum akan terus berlanjut.
“Ya kalau memang sudah seperti itu, Bupati mau menyelesaikan secara damai sementara bapak Dhafir tidak, ya secara terpaksa, pihak kepolisian harus menindak lanjuti hal itu,” ujar Edy Firman.
Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua DPRD Bondowoso menanggapi laporan yang telah ditujukan kepada dirinya. Ia mengatakan, jika DPRD merupakan representasi dari rakyat di daerah Kabupaten, sebagaimana yang telah diamanatkan UU No. 23/2014 pasal 149 ayat 1 dan pasal 153 ayat 1.
“Saya tidak akan pernah meminta maaf, karena apa yang saya lakukan adalah fungsi saya selaku anggota DPRD dalam melakukan pengawasan jalannya pemerintahan,” tegas H. Ahmad Dhafir.
Negara kita, menganut sistem yang namanya Demokrasi Pancasila, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, memiliki hak untuk ikut dan menentukan arah pembangunan serta mengetahui proses perumusan kebijakan pemerintah.
Sementara pemerintah, hanya mendapatkan mandat dari rakyat untuk memimpin sebagai penyelenggara pemerintahan. Jadi, Negara ini tidak menganut sistem monarki.
“Jika saya mengikuti kemauan Bupati untuk meminta maaf, pada saat melaksanakan tugas. Maka, saat itu juga saya telah berkhianat dengan menginjak-injak konstitusi Negara, dan berkhianat terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat kepada saya,” jelasnya.
Politisi senior dari F-PKB itu juga menyampaikan, apabila pihaknya sampai meminta maaf kepada Bupati. Itu berarti dirinya secara tidak langsung telah menghina dan merendahkan martabat para koleganya, baik dari DPR RI, DPR Provinsi dan Kabupaten se-Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, para wakil rakyat memiliki Hak Imunitas dan dalam pelaksanaan hak anggota tersebut di atur dalam UUD 45 pasal 20A ayat 3 dan UU No. 23/2014 pasal 176 ayat 1.
“Jadi jangan pernah mengancam saya, saraf takut saya sudah putus demi keadilan dan kebenaran,” tandas, H. Ahmad Dhafir.(Udien/Ark)