Pangandaran, LENSANUSANTARA.CO.ID – Untuk menutupi defisit, Pemerintah Daerah (Pemda) Pangandaran membuat Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD), yang selanjutnya ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024, yang mana Pemda akan meminjam kepada pihak ketiga sebesar Rp350 miliar.
Menanggapi hal itu, Tokoh Masyarakat Erwin Thamrin mengatakan, memaklumi bahwa beberapa tahun yang lalu mengalami masa pandemi, sehingga anggaran Pemda itu sendiri mengalami recofusing.
“Karena harus menentukan skala prioritas yang sifatnya eksidental,” katanya Minggu (3/12/2023) malam.
Pasca pandemi tersebut banyak di berbagai daerah yang mengalami defisit anggaran, bagi pemerintah daerah menjadi momentum untuk memulihkan defisit tersebut.
Menurutnya, ketika Pemda Pangandaran meminjam Rp150 miliar, dengan skema pembayaran jangka menengah ini tidak menjadi permasalahan bagi masyarakat, karena kemungkinan beban utang itu sendiri tidak akan menjerat kepada APBD Kabupaten Pangandaran di masa yang akan datang.
“Tapi dengan pinjaman skema jangka panjang yang besarannya Rp350 miliar, harus menjadi bahan pertimbangan yang matang, karena waktu yang lalu dengan pinjaman Rp150 miliar dengan jangka pendek defisit tersebut masih belum teratasi, berarti APBD tersebut telah gagal,” ujarnya.
“Kalaupun itu terjadi besok atau lusa akan mempengaruhi beban anggaran kepada bupati dan wakil bupati serta DPRD dimasa priode yang baru, maka dikhawatirkan akan menjerat defisit jangka panjang dengan beban anggaran dari setiap tahunnya,” ungkap Erwin.
Dikatakan Erwin, yang sulit diterima oleh masyarakat adalah sebuah legasi hutang yang disampaikan pemerintahan yang sebelumnya kepada pemerintahan berikutnya.
“Karena bagaimana pun hutang itu adalah beban bagi semua, dan saya yakin bahwa hutang tersebut tidak mungkin tidak berbunga,” tuturnya.
Lebih lanjut, sementara ada perbedaan signifikan antara negara dengan pemerintahan daerah, pemerintah daerah tidak memiliki perangkat-prangkat untuk segera keluar dari permasalahan hutang.
“Karena kita tidak menguasai lahan pertambangan, dan lahan sumber daya lainnya, sedangkan pendapatan pemerintah daerah terbatas,” tambahnya.
Selanjutnya, apakah legasi ini menjadi residu daripada defisit anggaran untuk pemerintahan yang akan datang, tambah Erwin, disinihlah harus bersikap arif dan bijaksana oleh semua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat.
“Kalau dicermati masyarakat lebih kearah meminta transparansi dari pada penetapan anggaran tersebut, terlebih menjalankan anggaran dari sumber-sumber yang akan mendanai APBD tahun anggaran 2024 dalam penentuan skala prioritas,” pungkasnya. (N.Nurhadi)