Budaya

Kereta Api Bondowoso, Sejarah Kejayaan Jalur Distribusi Komoditas Ekonomi di Zaman Kolonial

×

Kereta Api Bondowoso, Sejarah Kejayaan Jalur Distribusi Komoditas Ekonomi di Zaman Kolonial

Sebarkan artikel ini
gerbong maut
Replika gerbong maut yang menjadi koleksi Museum Kereta Api Bondowoso. (Dok Jurnalis)

Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID – Jika anda melintas di jalanan Bondowoso. Mungkin akan heran, karena ada beberapa titik jalur rel kereta api. Namun faktanya, di Bondowoso saat ini tak ada moda transportasi kereta api.

Ya, memang kini moda trasportasi kereta api hanya bisa dinaiki melalui kabupaten Jember. Di Bondowoso, Kereta api terakhir melintas di Stasiun Bondowoso pada tahun 2004. Stasiun ini dinonaktifkan bersamaan dengan jalur kereta api yang melintas di dalamnya karena kalah bersaing dengan moda transportasi lain dan prasarana yang sudah tua. 

Example 300x600

Kini, Stasiun Kereta Api Bondowoso tlah beralih fungsi menjadi Museum Kereta Api. Berbagai sejarah dan peralatan kereta dari jaman ke jaman bisa anda saksikan langsung di tempat tersebut.

Namun jika kita mengintip sejarah kereta api di Bondowoso, kita akan tahu bahwa hadirnya kereta api di Bumi Ki Ronggo ini menjadi saksi sejarah kejayaan jalur distribusi komiditas ekonomi masa kolonial.

Melansir laman Heritage KAI, Museum Kereta Api Bondowoso adalah museum kereta api pertama di Jawa Timur. Stasiun Bondowoso dibangun pada 1893, dan mulai diresmikan Staatssporwegen (SS) pada 1 Oktober 1897.

Peresmian itu bersamaan dengan pembukaan jalur kereta api Jember-Kalisat-Bondowoso-Panarukan. Jalur tersebut adalah kelanjutan dari pembangunan jalur Bangil-Pasuruan-Probolinggo, yang telah beroperasi pada 1884.

Jalur kereta api Panarukan-Bondowoso-Kalisat-Jember awalmya digunakan untuk lalu lintas pengangkutan beras, tembakau, kopi, dan produk perkebunan lain seperti teh. Barang-barang dari Jember, Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo dibawa menuju Panarukan.

Namun, kala itu perkeretaapian di Bondowoso juga mencatat sejarah kelam. Tragedi gerbong maut yang terjadi apda 23 November 1947.

Dikutip dari detik.com, ratusan pejuang yang menjadi tahanan Belanda kala itu, diangkut dengan menggunakan tiga gerbong pengangkut barang. Mereka direncakan akan dipindah ke Surabaya. Karena penjara di Bondowoso telah penuh. Setiap gerbong berisi 30-an orang dengan kondisi tertutup rapat tanpa ventilasi udara.

Selama belasan jam perjalanan menuju Kota Pahlawan, gerbong hanya dibuka sesekali dengan durasi sangat singkat. Para tahanan pun tak diberi makanan dan minum. Kondisi yang sangat memilukan.

Para tahanan kesulitan bernapas dan mengalami sesak, satu per satu pun lemas lalu tewas. Tercatat sebanyak 46 tahanan Belanda dalam gerbong maut itu tewas kepanasan dan kelaparan.

Kini, untuk menghormati para pejuang telah dibangun Monumen Gerbong Maut di Alun-alun Ki Bagus Asra. Selain itu, Stasiun Kereta Api Bondowoso, juga telah dijadikans ebagai Museum Kereta Api.

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.