Organisasi

Tak Pasang VMS Kapal Tidak Bisa Melaut, Ketua KNTI : Harusnya Tanggung Jawab Negara

20
×

Tak Pasang VMS Kapal Tidak Bisa Melaut, Ketua KNTI : Harusnya Tanggung Jawab Negara

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

Rembang, LENSANUSANTARA.CO.ID – Pemasangan alat pendeteksi lokasi pada kapal atau vessel monitoring system (VMS) berpengaruh terhadap penerbitan surat laik operasi (SLO) dan surat persetujuan berlayar (SPB).

Kapal yang wajib memasang VMS, berbobot 32 Gross Tonage (GT) ke atas dan kapal 5-30 GT yang beroperasi mencari ikan pada jarak lebih dari 12 Mil. Peralatan ini harganya Rp 7-10 Juta, dengan tarif berlangganan per tahun Rp 5,5-6,6 Juta. Apabila kapal nelayan tidak memasang VMS, nantinya tidak akan bisa melaut.

Example 300x600

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kabupaten Rembang, Eko Sugeng Waluyo mengatakan apabila SLO dan SPB tidak terbit, imbasnya nelayan tidak memperoleh rekomendasi membeli bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

“Ada kewajiban membuat surat pernyataan kesanggupan pemasangan VMS. Kalau tidak buat surat pernyataan, nggak bisa beli BBM subsidi. Rekomendasi nggak bisa keluar bulan Mei ini, seakan-akan kita dipaksa harus memasang VMS,” ungkapnya.

Eko menyebut pengawasan dan pemantauan kapal merupakan tanggung jawab pemerintah, bukan dibebankan kepada nelayan.

“Kita bukan menolak pemasangan VMS, tapi itu murni tanggung jawab negara. Jadi seharusnya dikasih, jangan dibebankan ke nelayan. Karena nelayan sudah banyak pungutan, seperti PNBP 5 persen, retribusi daerah 3 persen, ditambah potongan pihak ketiga saat pelelangan di TPI,” jelas Eko.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dinlutkan) Kabupaten Rembang, Mochamad Sofyan Cholid, menjelaskan pembelian BBM subsidi diawasi ketat oleh pemerintah. Oleh karena itu, rekomendasi hanya bisa diberikan jika seluruh dokumen telah terpenuhi.

“SLO kalau sudah keluar, nanti akan diterbitkan SPB yang menunjukkan kapal itu sudah siap berlayar secara fisik dan administrasi. Penggunaan BBM subsidi itu harus hati-hati.

Kalau rekomendasi pembelian BBM subsidi kita keluarkan, tapi kapal tidak berangkat, siapa yang bertanggung jawab? Regulasi seperti itu. Untuk meminimalisir hal itu, ya alurnya memang harus seperti ini,” terang Sofyan.

Sementara itu, Bupati Rembang, Harno, menyampaikan Pemkab akan menjadwalkan pertemuan dengan pihak Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP), guna menyampaikan aspirasi para nelayan. Ia berharap ada titik temu antara kepentingan nelayan dan regulasi aturan yang berlaku.

“Kita akan jadwalkan untuk bermusyawarah mencari jalan keluarnya agar semua bisa berjalan dengan baik. Di satu sisi rakyat kita ingin bekerja, di sisi lain aturan tersebut juga harus kita patuhi. Jadi harus mencari jalan tengah dari kondisi ini,” ucap Harno.

Pemerintah pusat sendiri masih membolehkan kapal tanpa VMS bisa melaut sampai bulan Desember 2025.