Padang, LENSANUSANTARA.CO.ID – Dr. Mistarija, S.Sos.I., M.A. menyampaikan Orasi Ilmiah pada sidang senat terbuka Wisuda ke-90 Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang di Gedung J Kampus III Sungai Bangek, Kecamatan Koto Tangah, Selasa (31/10/23).
Pada kegiatan itu turut hadir Rektor dan Wakil Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Ketua dan Anggota Senat UIN Imam Bonjol Padang, Kepala Biro AAKK dan AUPK UIN Imam Bonjol Padang, para Dekan dan Wakil Dekan di Lingkungan UIN Imam Bonjol Padang, Direktur dan Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang, Para Pejabat Struktural di Lingkungan UIN Imam Bonjol Padang, Para Wisudawan/ti ke-90 UIN Imam Bonjol Padang tahun akademik 2023/2024.
Sebelum meyampaikan orasi ilmiahnya, Mistarija menyampaikan ucapan terima kasih kepada rektor UIN Imam Bonjol Padang. Orasi Ilmiah ini merupakan bagian dari disertasi yang mengantarkannya mencapai gelar Doktor Bidang Ilmu Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
“Orasi ilmiah ini saya beri judul :Model Pengembangan Masyarakat Islam Berbasis Suku: Alternatif Pengembangan Masyarakat Lokal Di Sumatera Barat, Indonesia,” paparnya.
Mengawali pemaparannya, Dr. Mistarija menguraikan realitas sosial masyarakat Nagari Sungai Nanam yang memiliki potensi dan kekayaan alam yang melimpah. Namun terjadi kesenjangan antara hasil pembangunan dengan potensi besar yang dimiliki masyarakat dan perhatian besar pemerintah dalam menjalankan program-program pembangunan masyarakat di Kenagarian Sungai Nanam.
“Ini sebabkan oleh ketidaksejalanan antara model pembangunan masyarakat yang diterapkan pemerintah dengan nilai-nilai
kearifan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat,” ujarnya.
Kemudian lanjutnya. “Ini dikarenakan kurangnya fasilitas umum dan sarana prasarana yang kurang mendukung serta program-program pembangunan dari pemerintah yang masih dipandang kurang tepat sasaran dan belum menyentuh kebutuhan pokok masyarkat,” kata Mistarija.
“Ini juga disebabkan oleh ketidaksejalanan antara model pembangunan masyarakat yang diterapkan pemerintah dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat,” lanjutnya.
Kemudian ia menyampaikan kesimpulan orasi ilmiahnya, dengan demikian dapat dipahami bahwa ninik mamak sebagai pemimpin suku dengan sistem “bajanjang naiak batanggo turun” merupakan representasi dari kepemilikan harta pusaka dalam suku yang memiliki otoritas untuk mengatur semua anggota menurut nilai-nilai falsafah “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah – Syara’ mangato adat mamakai – alam takambang jadi guru”.
“Apabila ninik mamak dilibatkan dalam proses pengembangan masyarakat Islam di Kenagarian Sungai Nanam, maka program pembangunan yang dijalankan akan terlaksana dengan baik dan seluruh masyarakat suku akan ikut berpartisipasi secara aktif,” tutupnya. (Nofri)