Berita

KJJT Disahkan Kemenkumham, Berkomitmen Menjalankan Visi dan Misi Mencetak Wartawan Profesional

×

KJJT Disahkan Kemenkumham, Berkomitmen Menjalankan Visi dan Misi Mencetak Wartawan Profesional

Sebarkan artikel ini

Surabaya, https://lensanusantara.co.id – KJJT Disahkan Kemenkumham Obsesi itu berbuah manis. Sekumpulan wartawan yang mengikat diri dalam Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT), akhirnya direspon positif oleh kementerian hukum dan hak asasi manusia (Kemenkumham).


Melalui SK (surat keputusan) Menkumham bernomor AHU.000.7719.AH.01.07, tertanggal 16 September 2020, akta pendirian perkumpulan yang dianggotai jurnalis dari berbagai media ini, resmi berbadan hukum. SK tersebut juga hasil kerja cerdas Notaris Hj. Eva Fitri Sagitarina SH.

Example 300x600


“Alhamdulillah, tidak lebih dari satu bulan diproses, akta pendirian itu sudah sah secara hukum negara,” ucap syukur Ketua Dewan Pengawas Abdul Muis kepada Slamet Maulana, sang pelopor dan salah satu pendiri KJJT, sesaat setelah menerima Akta Pendirian KJJT, 20 September 2020.


Founder Berita-Rakyat.co.id yang akrab disapa Ade ini, mengaku tidak mudah untuk memproses badan hukum perkumpulan tersebut. Mulai pemilihan nama, visi dan misi, serta memilih anggota yang mengurus KJJT.

Soal nama atau status KJJT, kata Ade, semula sempat ditolak Kemenkumham. Akhirnya KJJT memilih sebagai perkumpulan jurnalis. Begitu pula soal visi dan misi, serta AD/ART-nya. Sempat mengalami revisi. Untungnya, lima pengurus yang ada sepakat bulat, Tanda rewel. Looss!.


Karena itu, sosok pengurusnya dipilih secara selektif. “Kami harus solid untuk menjalankan tugas berat ini,” tegas Ade. Nah, baru tanggal 12 Agustus 2020, Ade mengakui empat rekannya itu memang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menduduki posisinya.


Tiga sosok dari lima pengurus teras KJJT yang disahkan Kemenkumham itu, dianggap Ade cocok untuk menjalankan visi dan misi KJJT. Yaitu membina wartawan agar menjadi wartawan profesional. Baik karya tulis maupun menjaga maruah dan kredibilitas profesinya.


Menurut Ade, ketiga wartawan aktif yang menjadi pengurus inti KJJT itu adalah pemegang sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Dewan Pers level Utama. Seperti Abdul Muis. Dia punya pengalaman bekerja di Jawa Pos Grup selama 30 tahun. Pelatih jurnalistik di media grup Jawa Pos. Dia pun kini masih aktif di beberapa media online, menulis buku dan sebagai motivator.


Begitu pula Isma Hakim Rahmat S.TP. Dia pernah berkarya sebagai wartawan Harian Pagi Surya. Dia juga masih aktif menjadi wartawan dan mengelola media online. Juga sering mengajar dan memberi pelatihan jurnalistik di beberapa kampus sekolah.


Seorang lagi bernama lengkap Noor Arief Prasetyo S.Sos. Sosok yang suka menguncir rambutnya ini adalah seorang dosen di STIKOSA (Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Massa) Surabaya. Ia masih aktif menjadi wartawan cetak di Harian Pagi Memorandum dan Di’s Way milik Begawan media Dahlan Iskan itu.


Dua pengurus KJJT lainnya adalah Agusnal dan Slamet Maulana. Founder Berita Rakyat ini sangat gigih untuk memperjuangkan rekan-rekannya agar bisa memperoleh sertifikasi yang sudah diraih pendahulunya.


“Untuk itu, salah satu program andalan kami adalah Lemdik (lembaga pendidikan) Jurnalistik),” sebut Ade. “Kami ingin jurnalis yang tersaring sebagai anggota KJJT nanti, benar-benar bisa memperoleh seritifikas dari Dewan Pers,” sambung Agusnal.


Sebagai tanda syukur atas pengesahan akta pendirian dari Kemenkumham tersebut, pengurus, pembina dan anggota KJJT mengadakan tasyakuran di Hotel The Square, Kamis (24/09/2020). Acaranya dilangsungkan sangat sederhana. Hanya potong dua tumpeng.


Gelar acara tersebut juga ditandai dengan penetapan Hari Jadi KJJT pada 16 September. Rekan jurnalis, serta pengelola media yang tergabung dalam Grup Whatsapp KJJT menyambut antusias gelaran tersebut.


Mereka hadir di antara para pemerhati, simpatisan dan sesepuh KJJT. Di antaranya ada Bunda Maria Jeane yang datang khusus dari Jakarta. H Saduwan Sudarta, pengusaha dan pemilik lembaga pendidikan swasta di Surabaya.

Juga ada Yudi Irawan, pengusaha property dari Sidoarjo, yang sangat peduli terhadap jurnalis. Begitu pula General Manajer (GM) The Square Hotel RR Nita Narulita. GM energik ini bukan hanya ingin tempatnya menjadi ajang tasyakuran. Tapi lebih dari itu.


“Silahkan kalau teman-teman nyaman berada di sini. The Square siap menjadi markas KJJT,” tegasnya.


Penawaran yang sama juga diungkapkan Saduwan. Pengusaha sukses yang tengah membangun gedung berlantai ini, siap menampung anggota KJJT jika ingin berkantor di gedungnya. “Ruang yang luar itu bisa untuk Kantor Bersama. Juga bisa untuk head office KJJT,” tegasnya.
Alhamdulillah. Respon mereka kian positif.


Walau sederhana, acara tasyakuran itu sendiri berlangsung cukup gayeng. Mereka tetap menggelar dengan menjalankan protokol kesehatan untuk pandemi Covid-19. Abdul Muis, selaku wakil dari Dewan Pengawas KJJT menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada semua hadirin.
“Tanpa mereka, apalah artinya KJJT,” ujar Cak Amu.


Pria yang suka bicara apa adanya ini menyebut KJJT sudah berhak melakukan kegiatan apapun. Asal, tegasnya, tidak melanggar undang-undang dan Perpu No 2 tahun 2017 tentang Sanksi dan Pencabuatan Izin.


Pemerintah menjamin kemerdekaan berserikat berkumpul, dan beradab sebagai warga yang taat undang-undang. “Maka KJJT terikat pada hukum normatif NKRI, khususnya tidak berseberangan idiologi dan hukum negara di Indonesia,” lanjut pria yang pernah menjadi pengawas produser eksekutif JTV dan Redaktur Jawa Pos ini.


Dengan adanya pengesahan dari Kemenkumham itu, menurut Cak Amu, KJJT bukan organisasi abal – abal. “Kita sudah sah di mata hukum dan telah diakui oleh negara,” tegasnya.


Menurut dia, dunia kewartawanan tidak sedikit tantangannya. Melainkan super besar dan kompleks. Untuk itu, wartawan perlu membekali diri dengan kemahiran menulis, mengetahui kode etik dan undang-unbdang pers lainnya. “Jurnalis harus punya SIM (lulus UKW) agar tidak mudah “kena tilang”,” sebutnya.


Cak Amu menyebut wartawan harus bekerja sesuai hati nurani. Tetap mengedepankan perjuangan. “Sejarah pers nasional adalah perjuangan. Jika dulu melawan dan mengusir Belanda, kini jurnalis juga harus mengusir “belanda-belanda” baru. Melawan kezaliman, ketidakadilan dan sebagainya,” tegasnya.


Untuk itu, wartawan harus memiliki jiwa idialisme. “Kita harus kembali ke khittah. Khittah menjadi wartawan idealis yang berhati nurani,” pintanya.


Untuk itu, ia berharap agar saling belajar, tukar pengalaman (sharing) dan tidak membanggakan diri sebagai wartawan hebat, senior atau junior. “Semua kasta wartawan itu sama, yang beda hanya pengalamannya. Dan, guru terbaik adalah pengalaman itu sendiri,” jelas Cak Amu.


KJJT selain memiliki serangkaian program kerja yang akan dijalankan setelah pembentukan pengurus harian, jika masih tetap mengadakan “Sinau Bareng.” Acara yang dititeli “Sinau Bareng” ini biasa diadakan di Warung Lesehan setiap Hari Rabu malam.


Langkang kongkrit KJJT ini langsung mendapat apresiasi dari dua tokoh yang hadir di acara tasyakuran tersebut. H Saduan misalnya. Ia merasa bangga dan terhormat bisa berkumpul dan menjadi bagian dari jurnalis Jawa Timur.


“Saya mendukung sepenuhnya langkah-langkah rekan rekan semua. Semua rekan-rekan bisa menjalankan program kerja sebaik-baiknya dan mencapai tujuan yang diinginakan,” jelasnya.
Bunda Jeane juga tak kalah antusias. Dia yang merasa tidak ada apa-apanya dan seakan tersanjung bisa berada di antara rekan jurnalis kali ini. Ia mengaku selama ini hanya akrab di kalangan anggota TNI dan Polri.


Namun. Bunda Jeane mengaku tidak asing dengan rekan wartawan. Sebab, ia punya seorang anggota keluarga yang menjadi petinggi di Harian Pedoman Rakyat Ujungpandang. “Saya hormat saya dia, karena dia idealis banget,” akunya.


Wartawan itu, menurut Jeane, tidak boleh berfikir ingin kaya raya. Jurnalis harus mengedepankan banyak karya. Bukan kekayaan. “Sehingga mereka benar-benar idealis memperjuangan hati nuraninya. Pers itu perjuangan. Dan, jangan melupakan sejarah (Jasmerah),” jelasnya.


Agar wartawan bisa idealis, Jaene punya kiatnya. Apa? “Istri Anda harus punya penghasilan tetap. Sehingga ketika Anda pulang ke rumah tidsak lagi ditanya, kenapa pulang kerja tidak bawa uang,” ungkapnya.


Kondisi wartawan seperti itulah, membuat banyak fenomena jurnalis sekarang lebih mudah terpengaruh dengan kondisi di lapangan. “Wartawan 86 sudah bukan rahasia lagi,” ujarnya sembari terkekeh. “Sekali lagi saya tegasnya, wartawan harus punya save budget yang tidak mengganggu profesinya,” imbuh Jeane.(***).

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.

Tinggalkan Balasan