BeritaDaerah

Muncul Pertanyaan, Apakah Polemik ODOL di Banyuwangi Tidak Bisa Diselesaikan dengan Diskusi?

×

Muncul Pertanyaan, Apakah Polemik ODOL di Banyuwangi Tidak Bisa Diselesaikan dengan Diskusi?

Sebarkan artikel ini

Banyuwangi, LENSANUSANTARA.CO.ID – Ratusan sopir truk yang tergabung dalam Konfederasi Sopir Logistik Indonesia (KSLI) akan kembali berdemontrasi di depan Kantor Bupati Banyuwangi menolak pelarangan mobil barang yang over dimesion over load (ODOL), Hari ini, Senin (29/11/21).

Example 300x600

Diketahui, Demontrasi KSLI hari ini merupakan demontrasi yang kedua (lanjutan) setelah sebelumnya mereka melakukan aksi dengan tuntutan yang sama menolak pelarangan mobil barang yang ODOL, pada pekan lalu (22/11/21)

Sebelumnya sekitar di bulan September, ratusan sopir dumptruck yang tergabung dalam Asosiasi Angkutan Material Banyuwangi (AMBI) juga berdemontrasi menyampaikan keluh kesah atas maraknya praktik angkutan material yang melebihi tonase dan mendesak normalisasi ODOL.

Demontrasi yang dilakukan sopir KSLI maupun AMBI yang juga membawa truck mengakibatkan kemacetan jalan yang luar biasa.

Muncul pertanyaan, apakah polemik (pro kontra) ODOL tidak bisa diselesaikan dengan dialog?

Apakah harus dengan ujuk kekuatan (show of force)? Demontrasi dengan membawa kendaraan besar masing-masing?

Sementara itu, Demontrasi penyampaian pendapat di muka umum atau unjuk rasa (unras) memang dijamin konstitusi, namun dalam penyampaian pendapat juga harus menghormati dan mempertimbangkan hak pengguna jalan lain.

Ketua Pusat Studi dan Advokasi Hak Normatif Pekerja (PUSAKA) Muhammad Helmi Rosyadi mengatakan, fenomena pelanggaran ODOL pada angkutan barang di Indonesia sudah permasalahan yang sangat serius.

“Sebenarnya apa pengertian dari ODOL itu sendiri? Over Dimension adalah suatu kondisi dimana dimensi pengangkut kendaraan tidak sesuai dengan standar produksi dan ketentuan peraturan, sedangkan Over Load adalah suatu kondisi dimana kendaraan mengangkut muatan yang melebihi batas beban yang ditetapkan,” terang Helmi yang juga Ketua Lingkar Studi Kerakyatan (LASKAR)

Mengutip data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat berdasarkan analisa terhadap tujuh jembatan timbang yang ada di Indonesia pada 2018,

“Ternyata sebanyak 75 persen menunjukan perilaku operator yang menimbulkan pelanggaran over loading, bahkan 25 persennya terkait pelanggaran yang muatannya melebihi 100 persen,” urainya.

Dalam masa pengawasan 14 hari periode 8-22 Juli 2019 di 21 Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang sebanyak 9.225 kendaraan angkutan barang dinyatakan menyalahi aturan.

“Dampak ODOL selain membuat kerusakan jalan, juga membuat kerusakan infrastruktur lainnya seperti jembatan, kerusakan kapal, pada kasus penyeberangan dan menyebabkan kecelakaan lalu lintas,” sesalnya

“Tercatat, jumlah pelanggar mencapai 81,07% dari total 11.379 kendaraan yang masuk jembatan timbang, artinya, hanya sedikit sekali kendaraan yang dinyatakan tidak melanggar. Pelanggaran paling banyak adalah terkait masalah dokumenm seperti habisnya masa STNK, buku KIR, dan lain sebagainya,” pungkasnya(fir)

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.

Tinggalkan Balasan