Ponorogo, LENSANUSANTARA.CO.ID – Sidang gugatan perdata antara Samsuri, seorang pedagang ayam dari Desa Patihan Wetan, Babadan, melawan Bank Rakyat Indonesia (BRI) kembali digelar di Pengadilan Negeri Ponorogo, Senin (5/5/2025).
Kasus ini mencuri perhatian publik setelah muncul dugaan stiker penunggak kredit ditempel di rumah Samsuri, padahal ia mengaku tak pernah punya urusan kredit dengan BRI.
Kejadian ini bukan hanya memicu gugatan hukum, tapi juga gelombang simpati dari masyarakat. Samsuri merasa nama baik dan martabatnya tercoreng karena dianggap menunggak utang yang tidak pernah ia buat.
“Klien kami tidak pernah menandatangani perjanjian kredit apapun dengan BRI. Tindakan ini mencoreng harkat seseorang yang seharusnya dilindungi,” tegas kuasa hukum Samsuri, Wahyu Dhita Putranto, SH, MH, Kamis (1/5/2025).
Sidang pertama pada 21 April 2025 lalu sempat ditunda karena pihak BRI datang tanpa dokumen penting, termasuk bukti perjanjian kredit. Hakim Bunga Meluni Hapsari, SH, MH, saat itu menegaskan pentingnya kelengkapan dokumen untuk melanjutkan proses hukum.
Kritik keras juga datang dari Haris Azhar, aktivis HAM dan pendiri Lokataru Foundation, yang ikut mendampingi kasus ini.
“Mereka datang terlambat, tak membawa berkas. Ini bukan hanya mencederai proses hukum, tapi juga menunjukkan ketidakprofesionalan institusi sebesar BRI,” ujar Haris.
Menjelang sidang kedua, kuasa hukum Samsuri menyatakan kesiapan penuh dengan bukti tambahan.
“Kami akan hadir tepat waktu, membawa semua bukti. Tidak boleh ada alasan lagi dari pihak tergugat untuk menunda,” ucap Wahyu.
Perjuangan Samsuri ternyata menggugah simpati publik luas. Konten-konten mengenai kasus ini telah ditonton lebih dari 30 juta kali di berbagai platform media sosial. Gelombang dukungan terus mengalir.
“Ini bukan sekadar stiker. Ini soal martabat manusia, soal keadilan yang harus ditegakkan,” lanjut Wahyu.
Tak hanya di dunia maya, dukungan juga datang dari dunia nyata. Organisasi masyarakat GRIB Jaya DPC Ponorogo menyatakan siap mengawal persidangan. Ketua GRIB, Agustino, menegaskan bahwa kehadiran mereka bersifat moral tanpa membawa atribut organisasi.
“Kami akan hadir sebagai warga biasa. Ini bentuk solidaritas kami kepada rakyat kecil yang merasa terinjak,” katanya. GRIB juga telah mengirim surat resmi ke Polres Ponorogo untuk memberitahukan kehadiran mereka di sidang.
Menutup pernyataannya, Wahyu mengutip kalimat filosofis dari India: Satyam Eva Jayate – Kebenaran pasti menang. Ia berharap proses hukum bisa berjalan adil dan menjadi pelajaran bagi institusi keuangan agar lebih berhati-hati dan manusiawi dalam bertindak.
Sidang kedua ini diyakini akan menjadi babak penting untuk mengungkap apakah Samsuri adalah korban salah prosedur, atau ada cerita lain yang belum terkuak.