Banjarnegara, LENSANUSANTARA.CO.ID – Awan mendung menyelimuti langit dipagi hari, seolah ingin menghalangi sinar matahari menerangi bumi, namun hal itu tidak menyurutkan masyarakat Desa Karangjati untuk melakukan acara tahunan Nyadran untuk berziarah dan mengormati para leluhur – leluhurnya.
Masyarakat Karangjati, Kecamatan Susukan mempercayai kalau tempat kelahirannya sejak dulu dijaga oleh para leluhur mereka, seperti Mbah Jambean, Sepuh, Selametan, Singa Barong, sehingga Nyadran kegiatan penghormatan selalu diadakan pada bulan ruwah sebelum datangnya bulan puasa.
Dalam pantauan lensanusantara.co.id, ratusan masyarakat berbondong – bondong datang ke makam Jambean atau dikenal Kasepuhan, Mbah Slamet, Mbah Suci, dengan membawa tumpengan kenduri, dan kemudian dimakan bersama sama.
Nyadran sendiri memang selalu dilakukan oleh masyarakat Jawa, dan biasanya dilaksanakan pada tanggal 10 Rajab, atau 15, 20, dan 23 bulan Ruwah.
” Kegiatan Nyadran ini kita lakukan rutin dan diselenggarakan setiap tahun, hari ini kita adakan di tiga makam sekaligus. Karena tradisi ini sudah berlangsung puluhan tahun yang dilakukan para sesepuh, selain untuk menghormati para leluhur, ziarah kubur, dan saling memaafkan, juga mengenalkan ke anak cucu kita sebagai penerus nanti,” ungkap Kades Anton, Senin (20/3/2023).
Tidak hanya menghormati leluhur, Nyadran selama ini dipercaya memiliki simbol yang bermakna tinggi disaat membersihkan makam pada acara nyadran.
” Selama ini masyarakat juga meyakini, saat membersihkan makam pada Nyadran juga mempunyai arti, yaitu juga agar kita melakukan pembersihan diri menjelang Bulan Suci Ramadhan. Jadi tidak hanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta, tradisi ini juga sebagai bentuk bakti kepada para pendahulu dan leluhur, juga menjaga kerukunan persaudaraan, karena masyarakat Desa Karangjati sendiri, selain Muslim, juga ada non muslim, dan dengan acara Nyadran maka bisa terlihat bagaimana masyarakat desa kami selalu menjaga kehangatan antar umat beragama, karena kegiatan ini semua datang”, tambah Anton.
Sebagai puncak kegiatan tradisi Nyadran, masyarakat langsung di berikan hiburan kesenian kuda kepang atau biasa disebut ebek dari group Sopoyono dilapangan milik desa, meskipun dalam keadaan gerimis, namun antusias masyarakat begitu tinggi untuk menonton atraksi yang penuh dengan mistis tersebut. (Gunawan).