Pangandaran, LENSANUSANTARA.CO.ID – Pelaksanaan asas penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang baik telah mengalami beberapa perbaikan-perbaikan.
Ketika ngobrol bareng bersama awak media lainnya, seorang jurnalis dari media Faktual Jabar Hendris Arisman Andriyana memberikan tulisan artikel dibuat didepan rumahnya di Padaherang yang berjudul Distorisasi Ataukah Gengsi, Apa Kabar Pangandaran?. Selasa, (04/07/2023) siang.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dimana dalam Pasal 58 menjelaskan ada 10 asas penyelenggaraan pemerintahan, tentu hal ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara adil dan merata sesuai dengan cita-cita Otonomi Daerah (OTDA).
Satu Dekade pemekaran daerah Kabupaten Pangandaran seyogyanya memberikan kesejahteraan terhadap semua lapisan masyarakat.
Namun dalam implementasiannya masih terdapat banyak distorsi-distorsi sehingga perlu segera di reformasi dari segi kelembagaan dan tata laksana, tata pengelolaan manajerial, sumber daya manusia dan personalia,sampai dengan akuntabilitas, tranfaransi anggaran dan pelayanan publik, sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Govermance).
Raihan Opini BPK RI Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan daerah tahun anggaran 2022 membuka tabir masih carut marutnya tata pengelolaan manajemen keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran.
Temuan LHP BPK RI terkait total hutang jangka pendek dari tahun 2018 hingga 2022 yang masih tersisa. Diantaranya ;
- TA 2018, sebesar Rp70.791.125,08
- TA 2019, sebesar Rp98.608.207.974,90
- TA 2020, sebesar Rp273.869.036.805,50
- TA 2021, sebesar Rp305.835.147.712,70
- TA 2022, sebesar Rp351.209.267.217,76
Hal ini menunjukan bahwa sistem pengelolaan fiskal keuangan daerah masih sangat memperihatinkan, jika ditotalkan kurang lebih sampai 1 Triliun untuk hutang jangka pendek dari tahun 2018 – 2022.
Harus menjadi perhatian pemerintah bagaimana mencari solusi penyelesaian hutang jangka pendek tersebut, salah satunya penerapan pelaksanaan rekomendasi dari audit BPK RI, pengawasan DPRD dari peran serta masyarakat.
Sebagai dasar regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 Tentang Pinjaman Daerah, Pasal 3 – Pengelolaan Pinjaman Daerah harus memenuhi prinsip ;
a. Taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Transparan
c. Akuntabel
d. Efisien dan efektif
e. Kehati-harian
Sementara Pasal 12 menerangkan “Pinjaman jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf a merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan (1) satu tahun anggaran dengan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lainnya, yang seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran berjalan.
Kewajiban atau liability adalah hal yang pastinya dimiliki pemerintah, baik berupa utang, pendapatan yang ditangguhkan, jaminan, obligasi dan masih banyak lagi.
Jenis kewajiban dalam ilmu akuntansi dibagi menjadi dua, yakni kewajiban jangka pendek dan jangka panjang, keduanya memiliki perbedaan baik dari segi definisi, karakter hingga prosedur pemeriksaan.
Maka dalam pelaksanaannya dan pemeriksaannya Akuntan Pemerintah berpegangan atau mengacu kepada regulasi pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 Tentang Pinjaman Daerah, dan sesuai Prinsip Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pemerintah yang menjadi bahasan dalam artikel ini.
Regulasi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah dan amanah Undang – undang, harusnya menjadi sebuah acuan dasar untuk melaksanakan program-program Pemerintah Daerah, namun kenyataannya masih tidak sesuai harapan.
Salah satunya menyoal kewajiban pemerintah berupa hutang jangka pendek tersebut tentu menjadi perhatian publik, belum lagi menyoal terkait kewajiban pemerintah pada program atau kegiatan dari beberapa SKPD yang belum terbayarkan, selain itu pula pengembalian dan tagihan dari penyedia barang dan jasa dari beberapa SKPD.
Mengamati LHP BPK RI TA 2022 untuk sementara dari beberapa SKPD kewajiban pemerintah dalam membayar hutang diluar hutang jangka pendek saja mencapai Rp 491.973.647.668,00. Belum lagi pengembalian ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sebesar Rp 323.874.672,00, ini baru sebagian yang saya analisa, yang nantinya secara keseluruhan akan kita paparkan, yang tujuannya agar para stakeholder dan masyarakat lebih berperan aktif dalam mengawasi roda pemerintahan.
Mampukah Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran membuka dan menjelaskan kepada publik secara berkala tentang kondisi fiskal keuangan daerah yang sebenarnya ataukah gengsi demi meraih sebuah ambisi. (N. Nurhadi)